Selasa, 14 Oktober 2008

Story Of Bellato


“Tunggu! Kalau tidak salah masih ada 1 orang yang masih hidup kan?”, sela Kare.“Oh! Aku lupa. Ada yang masih selamat. Dia bernama Kyra. Namun sekarang keadaannya sudah lumpuh dan tidak bisa berperang lagi. Ia selamat karena ia berada dalam MAU”, jelas Strive. Yah, masih untunglah ada yang selamat. Aku ingin mengetahui apa yang terjadi. Setelah beberapa saat kemudian, akhirnya pesawat Kartela tiba juga. Kami pun segera masuk dan pulang ke markas.
Sesampainya di markas, semua orang nampak terkejut melihat keberadaanku. Karena lukaku belum sembuh total, aku masih harus dibantu Kare untuk berjalan. Beberapa Holy Chandra langsung datang membawakan tandu untukku. Aku pun dibawa ke ruang perawatan untuk diperiksa. Kuru pun datang mengunjungiku.
“Syukurlah kau masih hidup. Aku percaya kau pasti kembali”, ucap Kuru.“Memangnya apa yang terjadi? Saat di sana aku terpisah dari yang lain. Lalu selebihnya aku tidak tahu”, balasku dengan bingung.“Sebentar. Kyra sedang dipanggil ke sini”, Kuru pun pergi keluar ruangan untuk mencarinya. Tak lama kemudian ia kembali bersama seseorang yang duduk di kursi roda.“Hazel? Kaukah itu?”, tanya Kyra tidak percaya.“Ya. Ini aku. Apa yang terjadi dengan yang lain?”, tanyaku. Kyra menunduk sebentar dan terdiam. Setelah beberapa saat ia pun angkat bicara.
“Begini. Setelah kau berhasil menyusup ke dalam, ada seorang Accretia dan seorang Cora yang juga mengikutimu. Namun kami semua yang di luar tidak dapat pergi begitu saja. Kami semua masih sibuk berperang. Sampai..”, kata - katanya sempat terpotong.“Sampai apa?!”, tanyaku dengan tidak sabar.“Muncul 3 orang berjubah hitam. Yang 1 membawa pedang, yang 1 membawa busur dan 1 lagi membawa bayonet”, lanjut Kyra. Yang membawa pedang itu Ash, lalu yang membawa busur itu pasti Rana. Tapi siapa yang membawa bayonet itu?
“Lalu apa yang terjadi?”, tanyaku lagi.“Mereka semua membantai kami habis - habisan. Bukan hanya itu, mereka juga bisa meniru semua jurus setiap bangsa. Dan mereka bisa menghancurkan MAU dengan mudah. Kami tidak tahu mereka siapa. Yang pasti mereka sangat kuat”, jelasnya. Jadi dari situ mereka meniru semua jurus kami.“Lalu bagaimana nasib Gailardia, Feena dan yang lainnya?”, tanyaku penasaran.“Aku tidak tahu. Feena menyuruhku untuk pergi ke terminal dan meminta bala bantuan sementara ia dan yang lainnya menahan mereka”, jelasnya.“Mereka masih hidup kan?”, tanyaku lagi.“Semoga saja begitu. Karena ada seseorang yang mengejarku dan menghancurkan MAU ku. Aku curiga ia sudah membantai semua yang ada di dalam. Tapi semoga saja tidak”, Kyra pun berharap cemas.
“Kau sudah cerita pada siapa saja tentang ini?”, tanyaku.“Sudah kuceritakan kepada archon. Namun semuanya menganggap mereka hanya turncoat. Namun turncoat yang sangat kuat!”, tegasnya.“Aku sendiri curiga soal ini. Tidak mungkin ada turncoat yang sekuat ini”, sela Kuru.“Mereka bukan turncoat! Mereka adalah bangsa Esper, bangsa yang berniat memanfaatkan kita semua untuk berperang dengan bangsa Herodian”, jawabku tegas.“Kau tidak sedang bercanda kan? Kau mengetahui semua ini darimana?”, tanya Kuru heran.“Aku juga penasaran apa yang kau alami di sana”, Kyra menambahkan.“Begini ceritanya…”, akhirnya aku menceritakan tentang semua yang aku, Saber dan Layla alami. Tentang Helios, kekuatan terpendam etherite dan kemunculan bangsa Esper.
“Lalu bagaimana dengan etherite itu sekarang?”, tanya Kyra.“Sekarang yang perlu dikhawatirkan bukan itu. Etherite saat ini ada di tempat yang aman. Yang mengkhawatirkan adalah bangsa Esper itu. Mereka benar - benar ingin meneliti tentang kita semua”, jelasku pada mereka.“Hazel. Apa kau tahu dimana mereka bersembunyi sekarang?”, tanya Kuru.“Sayang sekali tidak. Namun dugaanku saat ini mereka tidak jauh dari wilayah Ether. Dan nampaknya mereka masih mengincar etherite itu”, jelasku.“Kalau begitu kita harus meyakinkan para petinggi Bellato untuk segera bersiap menghadapi serangan bangsa ini”, ucap Kuru.“Tapi tidak semudah itu. Mereka terkesan tidak percaya pada ceritaku. Terutama archon baru kita”, sanggah Kyra.“Archon baru? Maksudmu, tuan Exodus sudah turun pangkat?”, tanyaku penasaran.“Bukan hanya turun pangkat. Beliau dan dua wakil archonnya, Rudra dan Luna menghilang tanpa jejak begitu saja”, jelas Kyra.“Lalu siapa yang menjadi archon sekarang?”, tanyaku lagi.
Kyra bercerita bahwa saat masa kekosongan kekuasaan itu, muncul 3 orang Bellato yang profesinya Armsman, Wizard dan Shield Miller. Mereka bertiga selalu berada di garis paling depan saat Chip War. Dan dalam 2 minggu ini, kami menuai kemenangan tanpa henti. Oleh karena itu, semua orang memilih mereka untuk menjadi archon dan wakilnya. Archon sekarang adalah seorang Wizard yang bernama Lezard dan wakilnya adalah Armsman yang bernama Zieg dan Shield Miller yang bernama Sophia. Bahkan dengan serangan 2 bangsa pun, mereka berhasil membaliknya dengan mudah dan menang perang.
“Astaga.. Mereka hebat sekali. Tapi aku masih penasaran. Apa yang terjadi dengan Exodus dan yang lainnya ya?”, tanyaku.“Itu dia yang masih menjadi misteri. Entah kenapa sosok sehebat mereka bisa menghilang di tengah sengitnya pertempuran antara 3 bangsa ini”, jawab Kyra.“Aku sudah merasa baikan. Bisakah kita keluar dari sini? Aku ingin menemui kedua orang tuaku”, tanyaku pada mereka.“Baiklah. Lukamu pun sudah diperban. Mari kita keluar”, ajak Kuru.
Akhirnya kami pun keluar dari ruang perawatan. Di tengah jalan kami bertemu 3 orang sedang berjalan. Dari aura mereka, terlihat bahwa mereka adalah archon kami. Kami pun langsung memberi hormat pada mereka.“Ah, tidak perlu formalitas. Kita semua kan bersaudara”, ucap Lezard, archon baru Bellato.“Oiya, bagaimana dengan lukamu?”, tanya wakil archon Sophia. Sama sekali tidak terlihat kalau wanita cantik ini adalah seorang Shield Miller. Menakjubkan..“O-oh.. Tidak apa - apa. Aku sudah merasa jauh lebih baik”, balasku.“Syukurlah..”, timpalnya dengan gembira.“Hari ini kau istirahat saja dulu. Biar kami semua yang turun berperang”, sambung wakil archon Zieg.“Umm.. Kalau diizinkan, aku ingin terjun ke medan perang hari ini juga. Aku sudah mendengar cerita tentang kalian. Aku ingin sekali bisa ikut bertempur bersama kalian”, jawabku.“Tapi kau masih terluka. Lagipula esok hari masih ada perang bukan?”, bujuk Zieg agar aku tidak turun berperang.“Tapi..”, aku masih ingin memaksa untuk berperang. Namun Kuru pun mendekatiku dan menepuk pundakku.“Sudahlah. Sebaiknya kau dengarkan kata - kata archon. Aku akan berjuang untuk bagianmu juga”, hiburnya.“Terima kasih. Baiklah, aku mohon diri dulu. Semoga perang hari ini sukses”, ucapku pada mereka.“Ya. Tentu saja”, setelah berkata begitu para perwira Bellato segera beranjak menuju portal di markas.
Deg!Ukh.. Perasaan aneh apa ini? Saat archon dan wakilnya melewatiku, aku merasa sesuatu yang aneh. Aura mereka terasa sangat berbeda dengan aura tuan Exodus dulu. Entah kenapa aku merasa sangat terancam saat berada sedekat itu dengan mereka. Hawa mereka..seperti hawa pembunuh! Dan lagi, aku tidak merasakan keberadaan Bellato tadi. Entah apa yang aku rasakan ini. Tapi yang jelas ini sesuatu yang tidak biasa. Ah, sudahlah. Mungkin sebaiknya kulupakan saja. Sekarang lebih baik aku menengok ayah dan ibu. Aku pun segera berangkat melalui portal menuju Benteng Solus. Menuju gubuk kecil di pedalaman Hutan Crawler. Setibanya di sana, tidak ada yang berubah sama sekali. Aku pun mengetok pintu dan masuk.
“Aku pulang..”, salamku saat masuk ke dalam. Aku mendapati ayah dan ibuku sedang terduduk di ruang keluarga.“Hazel?? Kau sudah pulang nak?”, ibuku langsung beranjak dari tempatnya dan memelukku.“Iya. Aku sudah pulang, bu. Bagaimana kabar ayah dan ibu?”, tanyaku sembari membalas pelukan ibu.“Kami baik - baik saja. Namun ibumu sedikit cemas setelah mendengar kabar dari ether”, jelas ayah.“Memangnya kalian juga tahu tentang kejadian itu?”, tanyaku penasaran.“Tentu saja, nak. Seluruh warga Bellato mendengar kabar menggemparkan itu. Kami pun turut cemas”, ucap ibu.“Sebenarnya apa yang terjadi di sana?”, tanya ayah.“Baiklah. Akan kuceritakan kejadian yang sebenarnya”, aku pun bercerita panjang lebar tentang semua yang kualami di sana.
“Jadi kau tidak tahu apa yang terjadi pada teman - temanmu?”, tanya ayah.“Tidak. Aku benar - benar kaget mendengar itu juga”, jawabku.“Yang terpenting kau baik - baik saja. Ibu rasa teman - temanmu saat ini masih hidup. Namun kita tidak tahu mereka dimana”, ucap Ibu.“Ya. Aku juga berharap begitu. Oiya, ada yang ingin aku tanyakan. Pernahkah kalian mendengar tentang senjata Myth?”, mereka langsung kaget mendengarnya.“Da-darimana kau mendengar itu, nak? Itu adalah senjata yang kelasnya berada di atas Relic. Aku pernah membacanya di sebuah buku milik kakekmu”, jawab ibu.“Kakek? Kenapa kakek mempunyai buku tentang itu?”, tanyaku.“Kakekmu.. Dia sudah berkelana ke seluruh penjuru Novus ini. Konon dia juga pernah keluar angkasa. Mungkin dari berbagai perjalanan yang dia alami, dia menemukan buku - buku seperti itu”, jelas ayah.“Bisakah aku membacanya?”, tanyaku lagi.“Sebentar. Akan ibu carikan dulu”, ibu pun langsung ke rak buku untuk mencari buku itu.
“Ayah. Sebenarnya, kakek sekuat apa dulu?”, tanyaku lagi.“Kakek? Dia adalah seorang Wizard yang sangat kuat. Tidak ada satupun dari Accretia atau Cora yang mampu mengalahkannya. Bahkan dalam situasi satu melawan banyak pun ia masih bisa menang”, aku tertegun mendengarnya. Sehebat itukah kakekku?“Satu - satunya yang bisa mengalahkannya hanyalah sang waktu. Ia meninggal karena usianya yang sudah sangat tua. Walaupun begitu, umurnya lebih lama dibanding bangsa Bellato lainnya”, ayah menambahkan.“Apakah itu karena ia seorang spiritualist lalu umurnya lebih lama?”, tanyaku.“Bukan cuma kakek saja. Seluruh leluhur kita pun begitu. Mungkin darah spiritualist di dalam keluarga kita sangat kental”, jelas ayah. Ibu pun terlihat sudah menemukan buku yang dimaksud. Ia pun memberikan padaku sebuah buku yang terlihat sudah sangat lusuh.“Ini buku yang kau cari, nak. Bacalah dengan seksama”, ucap ibu sambil menyerahkan buku itu.“Baik. Terima kasih, bu. Umm, aku permisi dulu ya. Aku ingin istirahat sebentar”, ucapku.“Ya. Pasti kau sudah sangat lelah. Istirahatlah dulu. Nanti kita bicara lagi”, setelah mendengar kata - kata ayah itu, aku langsung pergi ke kamarku.
Sampai di kamar, aku langsung duduk dan bersandar. Aku menghela nafas sambil mengingat akan apa yang telah aku alami sampai sekarang ini. Bangsa Esper, Helios dan kejadian di ether itu sangat mengganggu pikiranku. Aku pun mulai membolak - balik halaman demi halaman di buku yang diberikan oleh ibu. Di situ tertulis cerita tentang beberapa senjata Relic dan Myth. Wow! Spadona Relic ini terlihat begitu hebat dan bercahaya. Pasti ini senjata yang sangat kuat. Ada juga sebuah pedang Myth di sana. Jangan - jangan itu pedang yang dimiliki oleh Saber saat ini. Hades.. Dari namanya saja terdengar begitu menyeramkan. Semoga saja pedang itu jatuh ke tangan yang tepat. Ah, ini dia. Helios..
??!!!Aku terkejut membaca penjelasan tentang Helios. Berbeda dengan senjata lainnya, penjelasan tentang senjata ini sangat sedikit. Yang bisa kutangkap dari situ hanyalah “Cahaya adalah segalanya dan segalanya adalah cahaya”. Yang kutahu memang wujud Helios adalah cahaya. Tapi kalau tidak salah bentuknya adalah tongkat saat pertama kali aku melihatnya. Hmm.. Bagaimana mengembalikan bentuknya menjadi tongkat ya? Hum.. Tanpa sadar aku pun tertidur karena memikirkan tentang itu.
Saat aku bangun, hari sudah mulai gelap. Aku pun keluar sebentar untuk berjalan - jalan di Hutan Crawler. Semuanya terlihat sepi. Mungkin sekarang adalah waktunya Chip War. Kulihat ada seorang prajurit yang kelihatannya seumuran denganku sedang berlatih melawan Crawler Rex. Wow.. Sepertinya dia adalah Shield Miller. Dikepung 5 Crawler Rex pun sepertinya bukan masalah. Kupikir tidak ada salahnya kalau aku menghampirinya. Diapun sudah selesai menghabisi kelima Crawler Rex itu.
Healing! Restoration! Kulihat dia cukup lelah, maka kupulihkan sedikit tenaganya.“Ah, terima kasih”, ucap Shield Miller itu.“Ya, sama - sama. Kau berlatih sendirian saja?”, tanyaku.“Ya, begitulah. Aku harus mencapai pangkat Maximus dulu baru diperbolehkan ikut Chip War”, aku kaget mendengarnya.“Memangnya sekarang ada peraturan seperti itu?”, tanyaku.“Begitulah perintah archon sekarang. Katanya sebelum Maximus para Shield Miller hanyalah pengganggu. Tidak lebih dari sekadar tumbal pada saat perang”, ucapnya dengan lemas. Aku pun terkejut mendengarnya. Perintah archon sekarang terkesan kejam sekali.“Hei, siapa namamu?”, tanyaku lagi.“Vinch. Namamu?”, tanya Shield Miller yang bernama Vinch itu.“Hazel”, jawabku singkat.“Hazel?! Kau satu - satunya yang selamat dari ether itu?”, tanya Vinch bersemangat.“I-iya. Memang kenapa?”, tanyaku.“Hebat sekali! Ternyata seorang Holy Chandra memang sangat kuat”, katanya sambil terus memujiku.
Akhirnya kami pun jadi mengobrol banyak. Ia banyak bercerita tentang keadaan Bellato sekarang, sepeninggal archon Exodus. Lama kelamaan aku merasakan ada yang sedang mengintai kami. Vinch sepertinya tidak menyadarinya, tapi aku merasakannya. Para monster di sekitar sini pun sudah tidak terlihat lagi. Kejadian yang aneh.
“Hati - hati, Vinch. Aku merasa ada yang tidak beres di sini”, ucapku pelan kepada Vinch.“Sungguh?!”, ia pun langsung berdiri dan menyiapkan Gunblade dan perisai miliknya.
Benar saja, dari semak belukar dan pohon yang ada, keluar banyak orang yang terlihat seperti bayangan saking cepatnya. Jumlahnya sangat banyak. Mereka mengepung kami berdua. Setelah mereka sedikit mendekat, aku terkejut mengetahui mereka adalah bangsa Bellato. Namun dengan kulit dan armor yang lebih gelap. Mata mereka pun merah menyala seperti terkena efek Chaos. Mereka pun menyerang kami bersamaan dari segala arah.
“Defender! Fortification!”, Vinch langsung memperkuat dirinya. Aku juga harus melakukan hal yang sama.Holy Shield! Agility! Acuteness!“Vinch, kau siap?”, seruku.“Tentu. Ayo kita mulai!”, selesai berkata begitu Vinch langsung menerjang gerombolan hitam itu.
“DEATH BLOW!!”, dengan satu serangan itu Vinch berhasil memukul mundur musuh. Aku pun membantunya dengan Swarm dan Venom Breath.Sial! Mereka terlalu cepat. Setelah mereka menyerang mereka langsung berlari menghindar. Taktik hit and run rupanya. Vinch pun sepertinya kewalahan diserang dari segala arah dalam kecepatan tinggi.
“Vinch! Kita naikkan tempo. Increase Speed!”, kuberikan tambahan kecepatan pada Vinch dan diriku sendiri. Satu persatu musuh berhasil dikalahkan oleh kami. Namun jumlah mereka seakan tidak ada habisnya. Terlebih lagi, gerakan mereka semakin lama semakin cepat. Tidak! Bukan mereka yang bertambah cepat. Tapi kami yang melambat. Sial! Vinch pun sepertinya sudah hampir mencapai batasnya. Namun ia tetap tidak menyerah.
“SHINING CUT! DEATH BLOW! HEAAA!”, Vinch terus menyerang gerombolan hitam itu. Aku juga tidak boleh mengendurkan seranganku.METEOR! FROST NOVA! SANDSTORM! LIGHTNING CHAIN!Rentetan serangan force kukeluarkan secara berturut - turut. Serangan itu berhasil mengenai mereka dalam jumlah banyak. Ditambah serangan Vinch, jumlah mereka kini tidak lebih dari 5 orang. Mereka terlihat gentar menghadapi kami berdua. Kami pun bersiap melancarkan serangan terakhir. Vinch segera maju untuk menghadapi mereka.
Tapi mereka mengambil langkah mundur dan mengeluarkan senjata api. Kini mereka bertarung dengan benar - benar menjaga jarak. Vinch terkejut menghadapi itu. Karena dihujani peluru ia tidak dapat banyak bergerak. Untuk mendekat saja susah, apalagi untuk menyerang. Aku yang harus menyerang mereka. Serangan dengan jangkauan terjauh hanyalah ini..
FLAME ARROW! FROST ARROW!Cih! Mereka masih bisa menghindar. Kalaupun kena, tidaklah begitu terasa. Kalau saja Aqua Blade memiliki jangkauan jauh mungkin akan beda hasilnya. Aku harus berkonsentrasi. Helios pasti bisa menjangkaunya.
AQUA BLADE! BLAZE PEARL!Cih! Tidak bisa. Jangkauannya tidak sejauh serangan tipe panah. Tidak ada cara lain, aku harus terus berkonsentrasi pada kedua force tadi. Vinch pun semakin kewalahan menghadapi serangan mereka.
FLAME ARROW! FROST ARROW!Sedikit lebih jauh dan hampir mengenai mereka dengan telak. Andai saja Acuteness bisa menghilangkan jeda force, mungkin akan lebih mudah. Jarak dan jeda, dua hal itulah yang saat ini sangat menghambatku. Helios.. Dengarlah panggilanku.. Berikan aku kekuatan! Berikan aku KEKUATAAN!!
Tiba - tiba saja kedua tanganku bercahaya. Cahaya yang sangat menyilaukan dan menerangi daerah itu. Cahaya itu berkumpul dan memanjang. Lama kelamaan cahaya itu pudar dan terlihat sesuatu dibalik cahaya itu. Sebuah busur?! Inikah jawabanmu Helios? Busur.. Baiklah! Saatnya menunjukkan kekuatan Helios yang sebenarnya..